Minggu, 19 Desember 2010

teori PPN


PPN & PELAPORAN USAHA UNTUK PENGUKUHAN PKP


Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas:
a.      Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      Impor Barang Kena Pajak;
c.      Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.      Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.        Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.    


Pelaporan Usaha untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha yang melakukan:
-          Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean: atau
-          Melakukan ekspor Barang Kena pajak.
Wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang, tidak terrnasuk Pengusaha Kecil kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.


Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.


Pengusaha Kecil
Penguasaha kecil dibebaskan dari kewajiban PPN sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.

Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan:
a.      Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah).
b.      Jasa Kena Pajak dengan jumlah penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah).
c.      Dalam hal Pengusaha melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan penerimaan bruto tidak lebih dari:
-        Rp. 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) jika peredaran Barang Kena Pajak lebih dari 50% dari jumlah seluruh peredaran bruto dan penerimaan bruto; atau
-        Rp. 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah) jika penerimaan Jasa Kena Pajak lebih dari dari jumlah seluruh peredaran bruto dan penerimaan bruto.



BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAKAN PPN


Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali karena pertimbangan tertentu dikecualikan dari pengenaan PPN.


Jenis Barang yang Tidak Dikenakan PPN

1.       Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi :
a.      Minyak mentah;
b.      Gas bumi;
c.      Panas bumi;
d.      Pasir dan kerikil;
e.      Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
f.        Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

2.       Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :
a.      Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
·          Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;
·          Digiling;
·          Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak;
·          Beras pecah;
·          Menir (groats) dari beras.   
b.      Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kunir kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
·          Jagung yang telah dikupas maupun belum (jagung tongkol) dan biji jagung (jagung pipilan);
·          Menir (groats)  atau beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran. 
c.      Sagu, dalam bentuk:
·          Empulur sagu;
·          Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu. 
d.      Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e.      Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium termasuk:
·          Garam meja;
·          Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na Cl minimum 94,7% (dry basis).

3.       Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha catering atau usaha jasa boga.

4.       Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. 


Jenis Jasa yang Tidak Dikenakan PPN

1.       Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:
a.      Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;
b.      Jasa dokter hewan;
c.      Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi, fisioterapi, ahli gigi;
d.      Jasa kebidanan, dan dukun bayi;
e.      Jasa paramedik, dan perawat; dan
f.        Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.  


2.       Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a.      Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b.      Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
c.      Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d.      Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
e.      Jasa pemakaman termasuk crematorium;
f.        Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.

3.      Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);

4.      Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi:
a.      Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang;
b.      Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi;
c.      Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.

5.       Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
a.      Jasa pelayanan rumah ibadah;
b.      Jasa pemberian khotbah atau dakwah;dan
c.      Jasa lainnya di bidang keagamaan.

6.       Jasa di bidang pendidikan, meliputi:
a.      Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan professional;
b.      Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.     

7.       Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

8.       Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

9.       Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.

10.   Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a.      Jasa tenaga kerja;
b.      Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
c.      Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

11.   Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
a.      Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
b.      Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.

12.   Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).       



TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG PPN DAN PPnBM


Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).


Tarif PPN dan PPnBM
1.       Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2.       Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)
3.       Tarif PPN dan PPnBM atas eksport BKP adalah 0% (nol persen)


Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, yaitu: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

1.       Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2.       Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk pajak yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3.       Nilai Impor adalah nilai berupa uang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang.

4.       Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

5.       Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagi Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan, yaitu:
a.       Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
b.       Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c.       Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
d.       Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e.       Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
f.         Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar;
g.       Untuk kendaraan bermontor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual;
h.       Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
i.         Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
j.         Untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
k.       Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
l.         Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.

Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM

1.       PKP “A” dalam bulan Januari 2007 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKP “B” dengan Harga Jual Rp.25.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp.2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.

2.       PKP “B” dalam bulan Februari 2007 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP ”B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00
PPn sebesar Rp. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.

3.       Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp.35.000.000,00
PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00  

4.       Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai impor sebesar Rp.50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20% (dua puluh persen).

Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
a.       Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b.       PPN = 10% x Rp.50.000.000,00 = Rp.5.000.000,00
c.       PPnBM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00

Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35% (tiga puluh persen).

Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.

Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp.150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang adalah:
a.       Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b.       PPN = 10% x Rp.150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c.       PPnBM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00 

PKP “D” dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor BKP tersebut terhadap PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan baik dengan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 maupun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00. 


 

NOTA RETUR ATAS BARANG KENA PAJAK YANG DIKEMBALIKAN


Pengembalian Barang Kena Pajak dan Pembuatan Nota Retur

1.       Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan (retur), dapat dikurangkan dari PPN dan PPnBM yang terutang dalam masa pajak yang sama.

2.       Pembeli harus membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual, jika terjadi pengembalian Barang Kena Pajak (BKP), kecuali diganti dengan BKP yang jenisnya, tipenya, jumlahnya dan harganya sama.
3.       Nota Retur paling sedikit memuat:
a.      Nomor urut;
b.      Nomor Seri dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
c.      Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
d.      Nama, alamat, NPWP Penjual, yang menerbitkan Faktur Pajak;
e.      Jenis barang dan harga jual BKP yang dikembalikan;
f.        PPN atas BKP yang dikembalikan;
g.      PPnBM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
h.      Tanggal pembuatan Nota Retur;
i.        Tanda Tangan Pembeli.          

4.       Nota Retur yang dibuat tidak lengkap, tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur, sehingga tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan, atau harta, atau biaya bagi pembeli.

5.       Nota Retur dibuat paling sedikit rangkap 2 (dua):
-          Lembar ke-1 : untuk PKP penjual
-          Lembar ke-2 : untuk arsip pembeli

6.       Nota Retur harus dibuat dalam Masa Pajak pada saat terjadinya pengembalian BKP.

7.       Bentuk ukuran Nota Retur dapat disesuaikan dengan kebutuhan administrasi pembeli. 


Pengembalian Barang Kena pajak yang Tidak Dibuatkan Nota Retur
Pengembalian Barang Kena Pajak yang terjadi masih dalam Masa Pajak yang sama dengan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, tidak harus ditatausahakan sebagai pengembalian BKP, melainkan dapat ditatausahakan sebagai pembatalan atau perbaikan atas penyerahan berikut Faktur Pajak yang bersangkutan, dan tidak perlu dibuatkan Nota Retur.


Pelaporan Nota Retur Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN)
Nota Retur yang dibuat oleh pembeli dan yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak penjual harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN, agar dapat mengurangi PPN/PPnBM yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN sebelumnya

1.       Pengurangan PPN dan PPnBM oleh PKP penjual dilakukan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.

2.       Dalam hal Nota Retur belum dapat diperhitungkan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dibuatnya Nota Retur, maka Nota Retur dapat diperhitungkan oleh PKP penjual dalam Masa Pajak diterimanya Nota Retur tersebut.

3.       Pengurangan PPN dan PPnBM, harta, atau pengurangan biaya oleh pembeli dilakukan dalam Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.


Nota Retur mengurangi Pajak Pertambahan Nilai/Harta/Biaya
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh pembeli mengurangi:

1.       Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjual, sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN.

2.       Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, sepanjang Pajak Masukannya dapat dikreditkan dan telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN.

3.       Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan dan telah dikapitalisasi atau telah dibebankan sebagai biaya.

4.       Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar